![]() |
Kupang, Sidang lanjutan perkara No. 75/Pid.Sus/2025/PN.Kpg dengan terdakwa eks Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmadja alias Fajar alias Andi digelar diruang sidang Cakra Pengadilan Negeri Kupang, Senin (7/7/2025).
Sidang dengan agenda pembacaan eksepsi terdakwa Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmadja alias Fajar alias Andi disampaikan melalui kuasa hukumnya dari Firma Hukum ABP yakni Akhmad Bumi, SH, Nikolas Ke Lomi, SH, Budi Nugroho, SH., MH, Andi Alamsyah, SH dan Reno Nurjali Junaedy, SH.
Penasehat Hukum (PH) terdakwa Fajar menyampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) perlu uraikan secara lengkap dan jelas penggunaan aplikasi Michat dalam dakwaan.
Hal itu disampaikan Ketua Tim Kuasa Hukum terdakwa Fajar, Akhmad Bumi, SH kepada wartawan di Pengadilan usai sidang.
"Jaksa Penuntut Umum perlu uraikan dengan cermat, jelas dan lengkap tentang aplikasi Michat dalam dakwaan", jelas Akhmad Bumi.
Itu salah satu materi dalam eksepsi terdakwa Fajar yang dibacakan tadi dalam persidangan terkait aplikasi Michat.
Menurut Penuntut Umum jelas Akhmad Bumi, terdakwa berkenalan dengan anak korban inisial MAN, Milda Apriani Nge’o melalui aplikasi Michat.
Tapi Penuntut Umum tidak menguraikan proses perkenalan tersebut melalui aplikasi Michat secara lengkap, tidak menjelaskan apa itu aplikasi Michat dan apa kegunaan atau manfaat dari Aplikasi Michat itu.
"Aplikasi Michat, apakah sebagai media yang kerap menjadi jasa langganan prostitusi online atau apa yang dimaksud makhluk bernama apalikasi Michat ini"?, tanya Akhmad Bumi.
”Siapa yang menawarkan jasa melalui aplikasi Michat ini lengkap dengan fitur, korban atau terdakwa? Kata-kata apa yang digunakan saat komunikasi awal hingga mereka bertemu, apa yang terjadi dalam kesepakatan yang dilakukan melalui aplikasi Michat, apa peran terdakwa, apa peran korban pada kejadian yang mewujudkan delik yang dituduhkan ini melalui aplikasi Michat. Hal ini perlu diuraikan dengan lengkap dan jelas agar tidak terjadi loncatan peristiwa”, jelas Akhmad Bumi.
Lanjutnya ”Fitur apa yang ditawarkan, ditawarkan oleh siapa, dan siapa penerima tawaran itu selaku konsumen dalam aplikasi Michat, rumusan dakwaan harus diuraikan secara cermat, jelas dan lengkap”.
Terdakwa disangka melakujan kejahatan yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak.
”Cara seperti apa melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak korban oleh terdakwa. Penuntut Umum tidak rumuskan secara cermat, jelas dan lengkap dalam surat dakwaan, kami berpandangan dakwaan tersebut kabur dan tidak jelas, disusun dengan tidak cermat”, ungkap Akhmad Bumi.
Lanjutnya, perkara ini bukan tertangkap tangan, bukan karena ada laporan polisi (LP) dari anak-anak korban atau orang tua anak korban.
”Kalau dirugikan pasti mereka sudah buat Laporan Polisi (LP) atas perbuatan kekerasan seksual seperti yang dituduhkan dalam dakwaan”, tandas Akhma Bumi.
Tapi perkara ini awal mula dari rekaman video diketahui oleh AFP (Australian Federal Police), kemudian AFP bersurat ke Divhubinter Polri, selanjutnya Divhubiner Polri bersurat ke Kepolisian Daerah (Polda) Nusa Tenggara Timur seperti diuraikan Penuntut Umum dalam dakwaan kedua, jelasnya.
Jaksa Penuntut Umum menguraikan bertempat dirumah Jabatan Kapolres Ngada, terdakwa dengan menggunakan akun “Lelaki” mengunggah (menshare) 3 (tiga) buah video ke situs : dark web Naughty Kids 2 tanpa menguraikan akun “Lelaki” milik siapa, kapan dibuat, dibuat oleh siapa, dan tidak menjelaskan situs : dark web Naughty Kids 2 secara lengkap dan jelas, siapa yang menjadi target dari mengupload video tersebut.
Penuntut Umum tidak menguraikan apa sudah melakukan identifikasi terhadap akun dan situs tersebut baik melalui nama pengguna, alamat IP, atau bukti digital lainnya, jelasnya.
Penuntut Umum harus menguraikan dengan jelas dan memastikan hal tersebut bukan editan, bukan penipuan wajah palsu menggunakan kecerdasan buatan atau Artifical Intelligence (AI), dibutuhkan pengujian atau pengesahan forensik oleh yang berwenang sesuai amanat UU ITE.
Penuntut Umum tidak menguraikan secara lengkap 8 (delapan) video tersebut, apakah rekaman gambar dalam video diambil secara diam-diam atau tanpa sepengetahuan pemilik video atau peristiwanya seperti apa, dan juga Penuntut Umum tidak menguraikan konteks kekerasan seksual dalam rekaman video apakah korban itu mantan pacar, selingkuhan, orang yang pernah disakiti atau apa, sehingga dilakukan balas dendam dengan mengupload video.
Perlu membangun konstruksi hukum dalam dakwaan dengan baik tentang deskripsi dan cara tindak pidana dilakukan, penguraian harus logis, dan tidak saling berbenturan, perlu menyebut keadaan yang melekat pada tindak pidana yang dituduhkan, harus jelas korban, pelaku termasuk intelektual dadernya.
Peran kami sebagai advokat menjaga marwah penegakkan hukum, agar proses hukum pada diri terdakwa berjalan sesuai hukum, jelasnya.
Sesama penegak hukum Polisi, Jaksa, Advokat dan Hakim dalam mengadili, hukum acaranya di KUHAP, dengan tugas masing-masing.
Polisi menyidik, Jaksa menuntut, advokat membela, hakim memutuskan.
Hanya ada satu KUHAP, tidak ada Polisi, Jaksa, Advokat, dan Hakim dengan KUHAP masing-masing, jelas Akhmad Bumi.
Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim A. A. GD. Agung Parnata, S.H., C.N dengan dua hakim anggota yakni Putu Dima, SH dan Sisera Semida Naomi Nenoh Ayfeto, SH.
Sementara tim JPU gabungan dari Kejaksaan Tinggi NTT dan Kejaksaan Negeri Kota Kupang, yang terdiri dari Arwin Adinata (Koordinator Kejati NTT), Sunoto, I Made Oka Wijaya, Putu Andy Sutadharma, dan Kadek Widiantari.
Sidang lanjutan Minggu depan dengan agenda tanggapan Jaksa Penuntut Umum atas eksepsi terdakwa.
Terdakwa Fajar didakwakan JPU Pasal 81 Ayat (2) UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang Jo. Pasal 65 Ayat (1) KUH Pidana.
Pasal 82 Ayat (1) Jo. Pasal 76 E dan Ayat (4) UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah beberapa kali dan terakhir diubah dengan UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang.
Pasal 6 huruf c jo Pasal 15 ayat (1) huruf e dan g Undang-Undang No. 12 tahun 2022 tentang Kekerasan Seksual dan Pasal 45 Ayat (1) Jo. Pasal 27 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah beberapa kali dan terakhir diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. (*)